Tahukah anda?
Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki kebudayaan yang beragam dan unik. Salah satunya adalah “Sentou” (pemandian umum). Sentou merupakan salah satu kebudayaan tradisional Jepang yang sudah ada sejak zaman dahulu dan dilestarikan hingga sekarang. Warga dan wisatawan bisa menikmati mandi bersama, namun tetap terpisah antara Laki-laki dan Perempuan. Dilansir dari CNN, Selasa (14/10/2014) bagi orang Jepang, pemandian umum merupakan sejarah masa lalu yang masih digunakan hingga sekarang. Adanya pemandian umum dikarenakan pada tahun 1923-1970 rumah-rumah di Jepang tidak memiliki kamar mandi sehingga orang-orang membuat pemandian umum.
Nah... di Desa Pematung, juga ada lho... Kebudayaan tradisional yang mirip dengan Jepang yaitu pemandian umum yang kabarnya sudah ada semenjak zaman kerajaan Bali berkuasa di Lombok. Berbeda dengan pemandian umum di Jepang, pemandian umum di desa Pematung digunakan untuk mandi sendiri-sendiri. Meskipun ada juga sebagian masyarakat yang menggunakan tempat tersebut untuk mandi bersamaan.
Nama Pemandian tersebut adalah “Lengkok Gedang dan Lengkok Beleq”. Lengkok yang berarti sumur. Jadi tempat tersebut adalah sebuah sumur peninggalan orang terdahulu. Mungkin tempat ini sudah tidak dikenal lagi oleh anak-anak mellenial dan generasi Z di desa Pematung. Namun tempat ini memang beneran ada. Sayangnya, kebiasaan dan budaya mandi di kedua pemandian tersebut sudah mulai ditinggalkan masyarakat Pematung. Terlebih disaat masyarakat Pematung sudah memiliki sumur masing-masing.
Zaman dulu hanya kedua sumur ini yang ada, sehingga semua masyarakat Pematung biasa menggunakan sumur ini dalam aktivitasnya seperti untuk mandi, mencuci, mendaik (mengambil air), besok beras ( Membersihkan beras) pada saat acara Begawe (Pesta). Demikian penuturan salah satu warga di desa Pematung.
Senada dengan itu, Papuk Bokah menuturkan, “semenjak tanah tempat lokasi Lengkok Gedang itu di klaim amak Kebol (Alm), Lengkok Gedang ditutup dan tidak pernah digunakan lagi. Kalo Lengkok Belek masih dipakai hanya untuk mengambil air oleh salah satu warga.”
Konon katanya pemandian ini dibuat oleh masyarakat hindu Bali dan digunakan untuk melakuan ritual dan mandi sehari-hari.
“Dahulu di desa Pematung banyak tinggal orang hindu Bali, dan banyak ditemukan patung di sekitar tempat tersebut, dari sinilah asal mula nama Pematung,” kata salah satu warga Pematung.
Dalam kebudayaannya masyarakat Hindu Bali sering menggunakan lokasi kedua sumur tersebut untuk Besangi (ritual sembayangan dan berdoa masyarakat hindu bali). Tempat tersebut digunakan untuk menaruh sesajen sebagai salah satu ritual ibadah mereka. Seiring berjalannya waktu, disaat warga bali sudah tidak tinggal di sini, sampai terjadi pergantian generasi, masyarakat desa Pematung menggunakan tempat tersebut untuk mandi, mencuci, dll,” demikian penuturan Papuq Bokah.
Nah... Bagi warga Pematung yang belum tau kedua tempat tersebut. Di sini penulis akan menunjukkan lokasinya.


Gambar 1. Lengkok Beleq yang sudah tidak digunakan oleh masyarakat Pematung
Lokasi kedua sumur tersebut berada di sebelah Selatan dekat masjid Nurul Hidayah Pematung. Terdapat sebuah tangga yang agak terjal jika ingin ke sumur tersebut. Ada dua lokasi yakni khusus pemandian untuk Laki-laki (Lengkok Gedang) dan pemandian untuk perempuan (Lengkok Beleq). Selain itu di sekitar pemandian Lengkok Gedang terdapat sebuah goa yang sampai sekarang belum ada yang berani memasukinya. Orang-orang biasa menyebutnya goa Jangkrungan.
Lokasi kedua sumur tersebut berada di sebelah Selatan dekat masjid Nurul Hidayah Pematung. Terdapat sebuah tangga yang agak terjal jika ingin ke sumur tersebut. Ada dua lokasi yakni khusus pemandian untuk Laki-laki (Lengkok Gedang) dan pemandian untuk perempuan (Lengkok Beleq). Selain itu di sekitar pemandian Lengkok Beleq terdapat sebuah goa yang sampai sekarang belum ada yang berani memasukinya. Orang-orang biasa menyebutnya goa Jangkrungan.“salah seorang warga Dusun Pematung berharap kepada Pemerintah Desa Pematung untuk memperhatikan kedua situs bersejarah tesebut
“Kami berharap kedua tempat ini dibuka kembali dan dikelola lagi oleh Pemerintah Desa agar tetap lestari,” demikian harapan dari Papuq Bokah.


Gambar 2 kondisi Lengkok Gedang (pemandian Laki-laki) yang sudah tidak terawat
Akhir kata penulis ingin menyampaikan, bangsa yang baik adalah bangsa yang tidak lupa sejarah dan kebudayaan masa lalunya sebagaimana perkataan Ir. Soekarno, JASMERAH (jangan sekali-kali melupakan sejarah). Dari sejarah kita bisa belajar kehidupan di masa lalu, Adolf Hitler pernah mengatakan orang yang tidak memiliki rasa sejarah, adalah seperti orang yang tidak memiliki telinga atau mata.
Jadi, kawan-kawan, perlu diketahui bahwa keberadaan kedua sumur tersebut “Lengkok Gedang dan Lengkok Beleq”adalah sebagai situs bersejarah yang telah ditinggalkan orang-orang di masa lalu di desa kita tercinta. Menggambarkan sedikit tentang Corak budaya yang tak terpisahkan dari kebiasaan warga Pematung di masa lampau. Keberadaan sumur tersebut melahirkan kearifan lokal berupa rasa kebersamaan antar warga, gotong royong, saling tegur sapa antar sesama disaat mengantri mandi, ambil air, begawe, dll.
Bercermin dari negara Jepang yang sangat menjunjung tinggi tradisi dan kebudayaanya. Mereka selalu berupaya untuk melestarikannya sampai detik ini. Maka sekarang tempat tersebut menjadi tempat wisata yang dikunjungi banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Kebudayaan yang dilestarikan menghasilkan pundi-pundi ekonomi untuk negara. Harapan saya [penulis] adalah agar Pemerintah Desa Pematung selalu memperhatikan situs-situs bersejarah yang ada di desa Pematung, kemudian dikelola dengan baik agar tetap lestari dan bisa dikenal oleh generasi-generasi yang akan datang. Jika sudah dilestarikan dan dirawat dengan baik, maka akan menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk pembangunan Desa Pematung.
Pematung, 17 Mei 2020
Penulis, Kusumawardani
Pendi Rosadi
21 Juni 2025 00:16:16
Cerita sejarah pematung, apakah masih ada? Lanjutannya?...